foto: google (reportery.net)
Dewasa ini memeroleh informasi sangat mudah. Media digital memudahkan
setiap penggunanya untuk saling berbagi informasi. Salah satunya adalah melalui
media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, WhatsApp, Line, dll. Media
sosial hadir sebagai bagian dari perkembangan internet. Kehadirannya menawarkan
cara berinteraksi, berkomunikasi, dan bersosialisasi yang mudah dan baru dengan
dukungan fitur yang menarik. Duduk
berjam-jam, bahkan seharian, menelusuri lini masa media sosial baik melalui komputer,
laptop atau smartphone tak lagi
menjadi kebiasaan yang aneh di zaman sekarang. Namun kebiasaan ini bukanlah kebiasaan yang baik.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan UNICEF dan Kementerian Komunikasi
dan Informatika pada tahun 2015, pengguna internet di Indonesia yang berasal
dari anak-anak dan remaja diprediksi sekitar 30 juta. Remaja masa kini tumbuh
dengan media sosial sebagai bagian dari hidup dan kesehariannya. Saat ini
mereka sangat tergantung dengan adanya media sosial antara lain Instagram,
facebook, twitter yang masih menjadi saluran primadona untuk membagikan
perasaan atau pengalaman kepada teman-temannya di dunia maya. Hal ini terjadi
juga bukan hanya pada anak dan remaja namun juga pada orang dewasa dan berbagai
lapisan masyarakat.
foto: google
Menurut data dari asosiasi dokter anak AS (American
Academy of Pediatrics) pada April 2011 lalu, anak-anak dan remaja harus
mewaspadai potensi efek negatif dari media sosial, seperti perundungan siber
dan depresi media sosial. Tapi risiko yang sama mungkin bisa juga terjadi pada orang
dewasa. Sebagai contoh saja saat ini banyak sekali terjadi kasus
terkait pencemaran nama baik, penghinaan, prostitusi, pornografi, penculikan,
bullying yang dilakukan di media sosial yang dapat memicu depresi pada anak dan
remaja. Kemudahan penyebaran informasi baik yang positif maupun negatif hingga
seluruh dunia dan diketahui oleh pengguna media sosial membuat anak dan remaja merasa
malu, rendah diri dan sakit hati. Tidak sedikit juga timbul perasaan lain
seperti iri hati/dengki, ingin menjadi superior. Fenomena-fenomena ini
menunjukkan pengguna internet di Indonesia belum paham untuk menggunakan
internet dengan baik dan benar.
Berkaitan dengan aspek psikologis terutama pada anak dan remaja dimana
pada usia tersebut tentunya pembaca memiliki emosi yang labil dan mudah
terpengaruh. Mereka tidak segan-segan untuk menghina, berkata kasar untuk
menunjukkan kekecewaannya, dan kebenciannya terhadap suatu berita. Mereka tidak
dapat menguasai emosinya, menelan mentah-mentah berita yang ada tanpa berpikir
apakah berita tersebut berdampak baginya atau tidak. Rasa keingintahuan (kepo)
yang sangat tinggi yang menimbulkan rasa benci berlebihan jika seseorang
memberitakan suatu hal yang berlawanan dengan nilai dan norma yang berlaku.
Sekali lagi, hal ini juga ternyata terjadi pada orang dewasa dimana seharusnya
mereka sudah memiliki kematangan psikologis yang baik dan mampu dengan bijak
menggunakan media sosial. Sebagai contoh, baru baru saja ada berita mengenai terbongkarnya
sebuah jaringan yang sangat besar yang berisi oknum-oknum dan terkoneksi dalam
grup di media sosial WhatsApp kemudian menyebar ke media sosial lainnya untuk menyebarkan
berita-berita bohong / hoaks dan
berbagai ujaran kebencian yang ditujukan baik kepada orang tertentu atau kepada
suatu kelompok/golongan.
foto: google (eldiariocba)
Pengaruh internet atau media sosial yang kuat yang merasuk ke dalam
kehidupan masyarakat masa kini berdampak pada kondisi psikologis mereka.
Dilansir dari majalah Forbes dan ditambahkan juga beberapamedia kesehatan lain,
ada beberapa studi singkat yang menunjukkan efek negatif dari penggunaan internet
atau media sosial terhadap kesehatan mental antara lain seperti berikut:
1. Menimbulkan kecanduan media sosial
Universitas Nottingham Trent pernah melakukan
studi tentang karakteristik psikologis, kepribadian, dan penggunaan media
sosial pada Maret 2011 lalu. Dari penelitian tersebut, peneliti menyimpulkan
kemungkinan adanya satu kondisi disorder yang bisa disebut dengan
"Kecanduan Facebook."
Kriteria dari kecanduan ini biasanya
mengabaikan kehidupan pribadi, mental preokupasi, lari dari kenyataan, hingga
suasana hati yang mudah terpengaruh. Kondisi ini sering ditemukan oleh mereka
para pengguna media sosial. Sementara dalam studi berbeda yang dilakukan oleh
Universitas Swansea, pengguna Internet (media sosial dan peranti digital
lainnya) dikatakan mengalami efek psikologi ketika berhenti menggunakannya.
Mereka selalu bergantung pada peranti digital dan dilanda kecemasan ketika
berhenti menggunakannya.
Sebagai contoh kasus nyata, sebuah laporan aktual
dari pemerintah jerman mengabarkan mengenai kasus kecanduan internet pada lebih
dari 500.000 warga nya pada kisaran usia 14 tahun – 64 tahun. 250.000 diantara
nya berada pada usia 14 – 24 tahun. Remaja lelaki lebih
berisiko kecanduan games internet. Tapi yang juga menarik, kaum perempuan lebih
banyak yang mengidap kecanduan surifing di jejaring sosial ketimbang lelaki.
foto: google (kompasiana)
2. Lari dari kehidupan nyata
Salah satu gejala kecanduan yang disebutkan diatas
adalah lari dari kenyataan. Ya, pecandu internet sering memutus kontak
dengan keluarga dan teman-teman dalam dunia nyata. Makan dan tidur tidak lagi
jadi kebutuhan prioritas. Ritme kehidupan siang dan malam menjadi terbalik atau
tidak jelas lagi batasnya. Pikiran pertama ketika bangun tidur adalah, cepat
hidupkan komputer dan segera online.
Banyak dari para pecandu ini meyadari bahwa mereka telah mengabaikan
aktifitas sosial dan kegiatan waktu luangnya. Tapi mereka tidak mampu keluar
dari jeratan dunia maya. Mereka tidak bisa lagi mengendalikan konsumsinya akan
internet.
foto: google (imoney)
3. Lebih sering merasa sedih daripada
senang
Semakin lama kita menggunakan media sosial,
semakin sering kita merasa kurang bahagia. Fakta tersebut diungkap dalam sebuah
studi yang dilakukan Universitas Michigan pada Agustus 2013 lalu. Dalam
laporannya ditemukan orang yang memakai Facebook seharian penuh hanya menerima
kebahagiaan sesaat dan sedikit rasa puas dalam hidup.
Mungkin
mereka yang mengalami hal ini terlalu berfokus pada apa yang mereka lihat di
media sosial yang menimbulkan perasaan iri hati dan rasa kurang bersyukur dan
kecemburuan sosial karena mereka melihat kehidupan orang lain yang ditampilkan
di media sosial tampak sangat menyenangkan dan membahagiakan dibanding
kehidupan yang mereka jalani. Jika hal ini terus mereka lakukan maka bukan hal
yang tidak mungkin apabila mereka mengalami depresi.
foto: google (idntimes)
4. Pencintraan diri
Manusia memiliki kebutuhan untuk memiliki dan bersama
dalam jaringan sosialnya serta hubungan untuk mengaktualisasikan diri
(Tamburaka, 2013: 223). Kebutuhan presentasi diri dipenuhi dengan cara
membangun sebuah pandangan yang baik. Media sosial benar-benar memberikan ruang
bagi anak dan remaja untuk menunjukkan dirinya di hadapan khalayak. Pada akun media
sosialnya misalnya seperti Instagram, facebook atau twitter mereka
mempresentasikan diri dengan cara menuliskan kata-kata bijak, mengkritik,
menunjukkan kelebihan mereka, menyampaikan aktivitas lewat video, foto, dan
sebagainya yang sebenarnya mereka lakukan hanya untuk mencari perhatian. Mereka
beranggapan dengan cara itu mereka akan diterima dan diperhatikan. Namun hal
ini bisa menimbulkan hal lain yang berbahaya seperti penculikan, bullying, dan
penipuan.
foto: google (ngelmu)
Selain hal-hal yang disebutkan diatas, ternyata terdapat pula satu fenomena yang dinamakan fenomena identitas diri. Identitas diri merupakan susunan gambaran diri individu sebagai seseorang. Dalam perangkat media sosial siapapun bisa menjadi siapa saja, bahkan bisa menjadi pengguna yang berbeda sekali dengan realitasnya, seperti pertukaran identitas kelamin, hubungan perkawinan sampai pada foto profil. Hal ini bisa mengarah ke dampak negatif internet yaitu anonimitas. Anonimitas ini dapat mendorong ke arah timbulnya disembodiment, yaitu sebuah identitas yang tidak tergantung atau dibatasi oleh tampilan fisik.
Oleh karena itu, walaupun internet memberikan banyak manfaat namun tak sedikit juga ternyata menimbulkan dampak negatif bagi pribadi kita sendiri, masyarakat bahkan bagi bangsa negara ini. Maka marilah kita lebih bijak lagi dalam menggunakan media sosial, mari kita perhatikan setiap informasi yang disajikan di media sosial, jangan terima informasi begitu saja tanpa sumber yang jelas. Jangan jadikan media sosial sebagai tempat untuk berbagi berita bohong, mengucapkan ujaran kebencian yang akan menyakiti hati orang lain, dan jangan biarkan media sosial juga mengganggu kesehatan mental kita sendiri.
Oleh karena itu, walaupun internet memberikan banyak manfaat namun tak sedikit juga ternyata menimbulkan dampak negatif bagi pribadi kita sendiri, masyarakat bahkan bagi bangsa negara ini. Maka marilah kita lebih bijak lagi dalam menggunakan media sosial, mari kita perhatikan setiap informasi yang disajikan di media sosial, jangan terima informasi begitu saja tanpa sumber yang jelas. Jangan jadikan media sosial sebagai tempat untuk berbagi berita bohong, mengucapkan ujaran kebencian yang akan menyakiti hati orang lain, dan jangan biarkan media sosial juga mengganggu kesehatan mental kita sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Pratiwi, N., Pritanova,
N. 2016. “Pengaruh literasi digital terhadap psikologis anak dan remaja”. Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, 11-15. Diambil dari https://media.neliti.com/media/publications/130284-ID-pengaruh-literasi-digital-terhadap-psiko.pdf (8 Maret 2017)
Fikrie, M. 2017.
“6 dampak media sosial bagi kesehatan mental kita”. https://kumparan.com/@kumparantech/6-dampak-media-sosial-bagi-kesehatan-mental-kita. Diakses
pada 8 Maret 2017.
Lichtenberg,
A. 2012. “Kasus kecanduan internet meningkat”. Diterjemahkan oleh: Agus
Setiawan. http://www.dw.com/id/kasus-kecanduan-internet-meningkat/a-15995770.
Diakses pada 8 Maret 2017.
Wahidin,
A., Effendi, R., Shaleh, K. 2015. “Pengaruh
penggunaan internet terhadap religiusitas mahasiswa universitas islam bandung”. Diunduh dari http://karyailmiah.unisba.ac.id/index.php/dakwah/article/download/1538/pdf (8 Maret 2017).
Komentar
Posting Komentar